Kisah Secawan Air

Khalifah Harun ar-Rasyid terkenal dengan kebijakan dan kerendah hatiannya. la tidak hanya adil terhadap kawan, tapi juga bijak kepada lawan. Dalam berbagai urusan pemerintahan dan kemasyarakatan, ia selalu bertanya kepada ahlinya. Selain dekat dengan bawahannya, ia juga akrab dengan ulama. Tak jarang ia minta nasihat kepada mereka. Bukan sebagai pemimpin negara, melainkan sebagai murid.

Padasuatu hari ia bertanya kepada salah seorang ulama yang sudah diangkatnya menjadi penasihat. 'Wahai guru, sudah banyak saran yang saya terima, telah banyak peringatan yang saya dengar. Namun, saya belum mendapat sedikit pun nasihat dari Anda. Rasanya, saya belum pugs kalau belum diberi nasihat," ujar Harun ar-Rasyid. Sang ulama diam sejenak. Sambil tersenyum ia berkata, "Bolehkah saya minta dua cawan air putih. Secawan untuk Tuan dan secawan lagi untuk saya.

"Dengan sedikit keheranan Harun ar-Rasyid mengabulkan permintaan sang ulama. Begitu minuman tersebut tersedia di meja, Harun ar¬Rasyid diperkenankan untuk meminumnya. Namun, sebelum cawan berisi air segar itu singgah di bibir khalifah, ulama tersebut tiba-tiba mencegahnya seraya berkata, "Maaf Amirul Mukminin, seandainya Tuan berada di sebuah padang pasir yang gersang, sinar matahari memancar dengan terik, persediaan air Tuan tidak ada lagi, dan diperkirakan tak lama lagi Tuan akan mati kehausan, tiba-tiba datang seseorang menawarkan secawan air, apakah Tuan akan menerimanya?"Ya, saya akan menerimanya. Dalam keadaan seperti itu, separuh kerajaan pun akan saya berikan untuk menebus secawan air yang diberikannya kepadaku."Tuan memang jujur," ujar sang ulama. Lalu, ia mengajak Harun ar-Rasyid menghabiskan air di dalam cawan masing¬-masing. "Kini air sudah Tuan minum hingga tak tersisa. Namun, masih ada kesulitan yang Tuan alami. Seandainya air tersebut tidak bisa di keluarkan dari tubuh Tuan sampai berhari-hari, berapa Tuan mau bayar supaya air tersebut bias dikeluarkan?" tanya sang ulama lagi. Khalifah Harun ar-Rasyid diam sejenak. "Berapa pun saya akan bayar," ujarnya mantap.

"Walaupun Tuan diminta untuk membayar dengan separuh kerajaan milik Tuan yang tersisa?" tanya sang ulama. Tanga berpikir lama, Harun ar-Rasyid menjawab, "Ya. Saya akan membayar walaupun dengan separuh kerajaan sekalipun.

"Mendengar jawaban Khalifah, sang ulama menggunakan kesempatan tersebut untuk memberikan nasihatnya. "Wahai Amirul Mukminin, ternyata harga kerajaan Tuan sangat tidak berarti di sisi Allah. Seluruh kerajaan yang Tuan banggakan, harganya tak lebih dari secawan air belaka. Separuhnya untuk menebus kehausan Tuan, dan separuh lagi untuk membayar agar Tuan bisa mengeluarkan air itu dari tubuh Tuan. Begitulah nilai kerajaan Tuan dibanding kekuasaan Allah. Dan, inilah nasihat saya."

Oleh : Hepi Andi
Khazanah Sabili No. 04 Th. X



Selengkapnya..
>