Setelah Rasulullah saw hijrah ke Madinah, kota itu disinad cahaya Islam. Tapi orang-orang yang tinggal di Madinah terbagi dalam berbagai golongan. Ada yang benar-benar berpegang teguh dengan Islam, ada orang-orang Yahudi dan Nas¬rani, dan ada pula kaum bermuka dua yang me-nyimpan kebencian dan permusuhan terhadap Is¬lam. Golongan terakhir inilah yang disebut kaum mu¬nafik yang dipimpinan Abdullah bin Ubay bin Salul.
Hati orang-orang munafik itu sebenarnya masih kafir. Namun, karena berbagai kepentingan, mereka menyembunyikan kekafiran. Di tengah-tengah umat Islam, segala aktivitas nyata mereka talk jauh berbeda. Karena dalam keseharian mereka pun melakukan berbagai aktivitas spiritual layaknya umat Islam lainnya. Mereka ikut melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Bahkan, mereka juga ikut berangkat ke medan perang di bawah panji-panji kalimat tauhid. Namun, sebenarnya mereka bermaksud mengacau dan menghancurkan Islam dari dalam.
Sikap kaum bermuka dua ini dilukiskan secara jelas oleh Allah SWT di dalam surat al-Baqarah ayat 14, bermuara dad suatu kejadian ketika Abdullah bin Ubay beserta para sekutunya berjumpa dengan beberapa sahabat Nabi. Abdullah bin Ubay berbisik kepada para sekutunya sambil menyeringai, "Lihatlah, akan kupermainkan orang-orang yang goblok itu. Perhatikan pula bagaimana mereka akan kuperolok-olokkan."
Abdullah bin Ubay menghampid Abu Bakar ra seraya menjabat tangannya. Sambil melemparkan senyuman yang ramah, ia berkata, "Selamat bagimu wahai penghulu Bani Taim, syaikhul Islam. Engkaulah orang kedua setelah Rasulullah tatkala beliau bersembunyi di dalam gua Tsur. Engkau telah mengorbankan harta benda dan jiwa raga demi beliau. Sungguh mulia pribadimu."
Abu Bakar terperangah, diam membisu. Sebelum ia sempat bertanya tentang maksudnya, Abdullah dengan cepat sudah mendekati Umar bin Khathab ra, seraya menggenggam tangannya dengan erat. Seperti apa yang telah dilakukannya terhadap Abu Bakar, Abdullah juga mengobral wajah ceria dengan seraya berkata, "Selamat wahai penghulu Bani Adi bin Ka'b, yang mendapat gelar kehormatan al-Faruq. Engkau begitu kuat berpe-gang teguh dengan tali agama. Dengan penuh keikhlasan engkau menyerahkan harta benda Berta jiwa raga bagi perjuangan Rasulullah saw."
Umar mendengus, sebab ia juga tidak tahu harus berbuat apa jika dipuji-puji setinggi itu. Saat itu ia hanya mengangguk-angguk kecil, menyambut keramahan Abdullah bin Ubay. Namun, tokoh kaum munafik itu sudah keburu berpaling dan berjalan menuju Ali bin Abu Thalib ra.
Dengan sikap yang sama, ia pun memuji Ali setinggi langit. Sebelum Ali menjawab sepatah kata, Abdullah segera berlalu, menjumpai para se-kutunya, seraya berkata, "Begitulah caranya jika bertemu dengan mereka. Berbuatlah seperti yang kulakukan tadi."
Para sekutunya memuji-muji kelicikan Abdullah bin Ubay. Mereka tertawa terbahak-bahak, karena menyangka mampu memperdaya para sahabat Nabi. Setelah itu dengan sikap takabbur mereka mengumpat para sahabat Rasul dengan berkata, "Dasar mereka itu orang-orang dungu!"
Ketika para sahabat menyampaikan peristiwa itu kepada Rasulullah, turunlah ayat, "Dan manakala mereka berkumpul dengan orang-orang beriman, mereka mengaku, Xami pun beriman'. Tetapi, bila mereka kembah kepada sekutu-sekutu mereka, mereka menyatakan, 'Sesungguhnya kami sego-longan dengan kalian. Kami hanyalah memper¬dayakan mereka semata-mata," (QS al-Baqarah: 14).
Menengok pergulatan sejarah yang panjang, peristiwa di atas mengingatkan kita pada kondisi umat Islam di akhir zaman ini. Begitu banyaknya jumlah kaum muslimin, tapi kenyataannya seperti buih di lautan. Jumlah yang begitu banyak tidak me¬nunjukkan kuantitas dan kualitas. Sebagian besar hancur lebur di tengah-tengah kehidupan ber¬agama, bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Umat ini akhirnya menjadi lemah dan tak berdaya.
Yang harus digarisbawahi adalah, ternyata kelemahan tersebut disebabkan oleh berhasilnya konspirasi kaum bermuka dua dengan dukungan kolaborasi mereka dengan Yahudi dan Nasrani. Bukti nyata dari persekutuan tersebut adalah penuhnya kantong-kantong umat ini dengan serpihan para spionase (intelijen). Indikasi ini sangat terasa ketika semakin simpang siurnya
berita yang memojokkan umat Islam. Juga upaya untuk memecah beleh umat Islam. Mereka menyusup ke dalam tubuh umat untuk melakukan aksi menggunting dalam lipatan. Sekaligus berupaya menyerap informasi untuk menyerang titik-titik kelemahan kaum muslimin.
Dewasa ini keberadaan kaum munafik itu sudah merambah hampir di seluruh negeri Islam. Mereka ada di mana-mana, mulai dari ling¬kungan masyarakat kedl, menengah, sampai ma¬syarakat kalangan atas. Bahkan, lebih banyak lagi di berbagai birokrasi legislatif dan ekskutif, apalagi di kalangan para penegak hukum. Dengan iming¬iming kedudukan, kekuasaan, dan harta duniawi, mereka tega menzalimi diri sendiri dan kaum muslimin.
Di antara ibroh yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah sikap kehati-hatian dan kewaspadaan dalam menghadapi setiap gerakan kaum munafik. Mereka bisa saja mengklaim dan menyuarakan diri sebagai golongan yang memperjuangkan kepentingain dan kemaslahatan umat. Untuk meyakinkan umat, mereka tampakkan kinerja nyata dengan menjamuri berbagai LSM di tengah-tengah ke¬hidupan masyarakat. Dengan keras mereka me¬nyuarakan tentang hak asasi, kejujuran, dan ke¬maslahatan umat. Padahal, semuanya hanyalah omong kosong. Sangat boleh jadi, kalau akhirnya kaum bermuka dua itu tega menjual harga dirinya dan bangsanya sendiri. Allah SWT meng¬ingatkan hal demikian kepada kaum muslimin, "Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh¬tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras
ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka," (QS al Munafiqun: 4).
Begitu pandainya mereka berkamuflase, laksana ular berbisa yang dapat meluluhlantakkan setiap mangsanya. Setiap gerak langkah mereka memang fatamorgana. Tapi harus diingat, langkah mereka dapat menghancurkan barisan umat ini.
Pelajaran lain yang dapat dipetik adalah, dalam menghadapi mereka hanya ada satu solusi, yaitu memperkokoh persatuan dan kesatuan barisan umat Islam dan bahu membahu menghasung satu visi dan misi Islam. Betapa pun besar jumlah kita, tapi kalau tidak bersatu, nasib kita hanya seperti hamburan besar buih-buih di lautan. Allah SWT berfirman, "Maka mengapa kamu menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran," (QS Annisa': 88). Wallahu a’lam.
Oleh : lkhwan Fauzi
Sabili No. 21 TH.IX 18 April 2002 / 5 Shafar 1423
Selengkapnya..
Hati orang-orang munafik itu sebenarnya masih kafir. Namun, karena berbagai kepentingan, mereka menyembunyikan kekafiran. Di tengah-tengah umat Islam, segala aktivitas nyata mereka talk jauh berbeda. Karena dalam keseharian mereka pun melakukan berbagai aktivitas spiritual layaknya umat Islam lainnya. Mereka ikut melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Bahkan, mereka juga ikut berangkat ke medan perang di bawah panji-panji kalimat tauhid. Namun, sebenarnya mereka bermaksud mengacau dan menghancurkan Islam dari dalam.
Sikap kaum bermuka dua ini dilukiskan secara jelas oleh Allah SWT di dalam surat al-Baqarah ayat 14, bermuara dad suatu kejadian ketika Abdullah bin Ubay beserta para sekutunya berjumpa dengan beberapa sahabat Nabi. Abdullah bin Ubay berbisik kepada para sekutunya sambil menyeringai, "Lihatlah, akan kupermainkan orang-orang yang goblok itu. Perhatikan pula bagaimana mereka akan kuperolok-olokkan."
Abdullah bin Ubay menghampid Abu Bakar ra seraya menjabat tangannya. Sambil melemparkan senyuman yang ramah, ia berkata, "Selamat bagimu wahai penghulu Bani Taim, syaikhul Islam. Engkaulah orang kedua setelah Rasulullah tatkala beliau bersembunyi di dalam gua Tsur. Engkau telah mengorbankan harta benda dan jiwa raga demi beliau. Sungguh mulia pribadimu."
Abu Bakar terperangah, diam membisu. Sebelum ia sempat bertanya tentang maksudnya, Abdullah dengan cepat sudah mendekati Umar bin Khathab ra, seraya menggenggam tangannya dengan erat. Seperti apa yang telah dilakukannya terhadap Abu Bakar, Abdullah juga mengobral wajah ceria dengan seraya berkata, "Selamat wahai penghulu Bani Adi bin Ka'b, yang mendapat gelar kehormatan al-Faruq. Engkau begitu kuat berpe-gang teguh dengan tali agama. Dengan penuh keikhlasan engkau menyerahkan harta benda Berta jiwa raga bagi perjuangan Rasulullah saw."
Umar mendengus, sebab ia juga tidak tahu harus berbuat apa jika dipuji-puji setinggi itu. Saat itu ia hanya mengangguk-angguk kecil, menyambut keramahan Abdullah bin Ubay. Namun, tokoh kaum munafik itu sudah keburu berpaling dan berjalan menuju Ali bin Abu Thalib ra.
Dengan sikap yang sama, ia pun memuji Ali setinggi langit. Sebelum Ali menjawab sepatah kata, Abdullah segera berlalu, menjumpai para se-kutunya, seraya berkata, "Begitulah caranya jika bertemu dengan mereka. Berbuatlah seperti yang kulakukan tadi."
Para sekutunya memuji-muji kelicikan Abdullah bin Ubay. Mereka tertawa terbahak-bahak, karena menyangka mampu memperdaya para sahabat Nabi. Setelah itu dengan sikap takabbur mereka mengumpat para sahabat Rasul dengan berkata, "Dasar mereka itu orang-orang dungu!"
Ketika para sahabat menyampaikan peristiwa itu kepada Rasulullah, turunlah ayat, "Dan manakala mereka berkumpul dengan orang-orang beriman, mereka mengaku, Xami pun beriman'. Tetapi, bila mereka kembah kepada sekutu-sekutu mereka, mereka menyatakan, 'Sesungguhnya kami sego-longan dengan kalian. Kami hanyalah memper¬dayakan mereka semata-mata," (QS al-Baqarah: 14).
Menengok pergulatan sejarah yang panjang, peristiwa di atas mengingatkan kita pada kondisi umat Islam di akhir zaman ini. Begitu banyaknya jumlah kaum muslimin, tapi kenyataannya seperti buih di lautan. Jumlah yang begitu banyak tidak me¬nunjukkan kuantitas dan kualitas. Sebagian besar hancur lebur di tengah-tengah kehidupan ber¬agama, bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Umat ini akhirnya menjadi lemah dan tak berdaya.
Yang harus digarisbawahi adalah, ternyata kelemahan tersebut disebabkan oleh berhasilnya konspirasi kaum bermuka dua dengan dukungan kolaborasi mereka dengan Yahudi dan Nasrani. Bukti nyata dari persekutuan tersebut adalah penuhnya kantong-kantong umat ini dengan serpihan para spionase (intelijen). Indikasi ini sangat terasa ketika semakin simpang siurnya
berita yang memojokkan umat Islam. Juga upaya untuk memecah beleh umat Islam. Mereka menyusup ke dalam tubuh umat untuk melakukan aksi menggunting dalam lipatan. Sekaligus berupaya menyerap informasi untuk menyerang titik-titik kelemahan kaum muslimin.
Dewasa ini keberadaan kaum munafik itu sudah merambah hampir di seluruh negeri Islam. Mereka ada di mana-mana, mulai dari ling¬kungan masyarakat kedl, menengah, sampai ma¬syarakat kalangan atas. Bahkan, lebih banyak lagi di berbagai birokrasi legislatif dan ekskutif, apalagi di kalangan para penegak hukum. Dengan iming¬iming kedudukan, kekuasaan, dan harta duniawi, mereka tega menzalimi diri sendiri dan kaum muslimin.
Di antara ibroh yang dapat diambil dari peristiwa tersebut adalah sikap kehati-hatian dan kewaspadaan dalam menghadapi setiap gerakan kaum munafik. Mereka bisa saja mengklaim dan menyuarakan diri sebagai golongan yang memperjuangkan kepentingain dan kemaslahatan umat. Untuk meyakinkan umat, mereka tampakkan kinerja nyata dengan menjamuri berbagai LSM di tengah-tengah ke¬hidupan masyarakat. Dengan keras mereka me¬nyuarakan tentang hak asasi, kejujuran, dan ke¬maslahatan umat. Padahal, semuanya hanyalah omong kosong. Sangat boleh jadi, kalau akhirnya kaum bermuka dua itu tega menjual harga dirinya dan bangsanya sendiri. Allah SWT meng¬ingatkan hal demikian kepada kaum muslimin, "Dan apabila kamu melihat mereka, tubuh¬tubuh mereka menjadikan kamu kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras
ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka," (QS al Munafiqun: 4).
Begitu pandainya mereka berkamuflase, laksana ular berbisa yang dapat meluluhlantakkan setiap mangsanya. Setiap gerak langkah mereka memang fatamorgana. Tapi harus diingat, langkah mereka dapat menghancurkan barisan umat ini.
Pelajaran lain yang dapat dipetik adalah, dalam menghadapi mereka hanya ada satu solusi, yaitu memperkokoh persatuan dan kesatuan barisan umat Islam dan bahu membahu menghasung satu visi dan misi Islam. Betapa pun besar jumlah kita, tapi kalau tidak bersatu, nasib kita hanya seperti hamburan besar buih-buih di lautan. Allah SWT berfirman, "Maka mengapa kamu menjadi dua golongan dalam (menghadapi) orang-orang munafik, padahal Allah telah membalikkan mereka kepada kekafiran," (QS Annisa': 88). Wallahu a’lam.
Oleh : lkhwan Fauzi
Sabili No. 21 TH.IX 18 April 2002 / 5 Shafar 1423